Oleh: Rizki Zakariya
I. PENDAHULUAN
Setiap orang berhak untuk hidup sehat dan mendapat layanan kesehatan. Hal itu sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Implikasinya negara harus mengupayakan pemenuhan hak hidup sehat warga negara tersebut. Corona Virus Desease 2019 (disebut Covid-19) merupakan pandemic yang mengancam kehidupan dan kesehatan masyarakat seluruh dunia saat ini. Hal itu karena Covid-19 memiliki dampak kematian bagi penderitanya, khususnya yang berusia diatas 40 tahun dengan tingkat kematian 10%-14%.[1] Sampai tanggal 16 Juni 2020, Covid-19 telah menyebar di 213 negara dengan jumlah pengidap mencapai 3.090.445 orang dan korban jiwa meninggal sebanyak 217.769 orang.[2] Sedangkan di Indonesia telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah pengidap mencapai 10.118 dan meninggal dunia sebanyak 792 orang per 30 September 2020.[3]
Desa merupakan wilayah yang rentan terjadi penularan Covid-19. Hal itu disebabkan karakteristik pekerjaan masyarakat desa yang mayoritas di sektor pertanian, yang biasa bekerja secara kelompok.[4] Kemudian banyaknya penduduk desa yang merantau ke kota kemudian pulang kampung, juga rentan membawa penularan Covid-19 ke masyarakat desa. Atas kondisi tersebut, maka desa perlu melakukan upaya untuk mencegah dan menangani penyebaran Covid-19 di desa, salah satunya dengan penerapan social distancing, karantina pendatang baru dari kota, dan upaya-upaya lainnya. Akan tetapi, adanya Covid-19 dan upaya penanganan Covid-19 yang dilakukan tersebut menimbulkan dampak negative bagi masyarakat desa, yang menjadi terbatas mobilitasnya dalam bekerja, seperti sector perdagangan yang sepi karena transaksi yang terus menurun.[5] Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang komprehensif dalam menangani Covid-19 di desa dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, namun juga pemenuhan kebutuhan dan perekonomian masyarakat desa yang terdampak.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menangani Covid-19 yakni memanfaatkan dana desa. Dana desa tersebut digunakan untuk penyediaan peralatan pencegahan penularan Covid-19 (masker, handsanitizer, dan sebagainya), juga Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat desa. Upaya tersebut dimungkinkan dilakukan berdasarkan Surat Edaran Kementerian Desa Pembangunan Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa (SE Kemendes PDTT No. 8/2020). Akan tetapi, upaya tersebut belum berjalan optimal, karena baru 8.157 atau 10,8% desa yang menyalurkan BLT dana desa dan tanggap Covid-19,[6] dari total desa di Indonesia yang mencapai 75.436.[7] Minimnya desa yang menyalurkan BLT dan tanggap Covid-19 tersebut disebabkan regulasi yang belum mengatur optimal Pemerintah Desa untuk melaksanakan upaya itu, sehingga kurang mendapat perhatian Pemerintah Desa. Padahal penyebaran Covid-19 terus berkembang sampai ke desa-desa seluruh Indonesia. Sehingga hal tersebut menjadi latar belakang penulisan esai ini.
Adapun rumusan masalah yang hendak diuraikan dalam penulisan ini terdiri dari 2 (dua) hal. Pertama, apa urgensi optimalisasi pemanfaatan dana desa dalam penanganan pandemi Covid-19. Dan kedua, bagaimana upaya yang dilakukan untuk optimalisasi pemanfaatan dana desa dalam penanganan pandemi Covid-19. Sehingga diharapkan dengan penulisan ini bertujuan memberikan rekomendasi konkret atas permasalahan dalam upaya penanganan Covid-19 di Indonesia.
II. PEMBAHASAN
A. Urgensi Optimalisasi Pemanfaatan Dana Desa Dalam Penanganan Pandemi Covid-19 Kondisi Masyarakat Desa
Sejarah mencatat, cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan jauh sebelum adanya negara Indonesia terbentuk yakni desa. Perkembangan desa di Indonesia mengalami perjalanan panjang, mulai dari sebelum masa kolonial Belanda, telah ada masyarakat yang bermukim pada suatu wilayah dengan ikatan kekerabatan atau keturunan. Kemudian pola pemukiman itu terus berkembang, baik dari ukuran maupun jumlah penduduk yang membentuk kesatuan pemukiman.[8] Sehingga desa memiliki sejarah panjang dalam perkembangan Indonesia.
Di Indonesia saat ini terdapat 75.436 desa, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.[9] Desa-desa tersebut memberikan kontribusi dalam ekonomi, sumber daya manusia, maupun pemenuhan kebutuhan pokok nasional. Dalam hal kontribusi ekonomi, desa-desa di Indonesia pada 7 (tujuh) tahun mendatang akan menyumbang US$ 1,4 Trilun Produk Domestik Bruto Nasional.[10] Kemudian sumber daya manusia, karena 82% masyarakat Indonesia tinggal di desa.[11] Selanjutnya desa memberikan kontribusi penyediaan kebutuhan pokok nasional, karena sumber persediaan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagian besar dari desa.[12] Besarnya kontribusi desa tersebut, karena aktivitas dasar ekonomi masyarakat desa yakni dari pertanian.[13] Sehingga desa memiliki kaitan erat dengan pertanian.
Kondisi ekonomi masyarakat desa yang bekerja di sektor pertanian tersebut rentan mengalami penularan Covid-19 yang saat ini terjadi. Hal itu karena pertanian merupakan bidang perlu dikerjakan secara berkelompok,[14] dimana kondisi tersebut merupakan salah satu cara penularan Covid-19.[15] Kerentanan penularan Covid-19 juga karena kondisi masyarakatnya yang 31,1% berusia diatas 40 tahun, dimana usia tersebut rentan tertular Covid-19 dengan tingkat kematian 10%-14%.[16] Selain itu, kerentanan masyarakat desa tertular juga disebabkan banyaknya perantau di ibukota dari desa yang pulang kampung. Tercatat ada 2,5 juta orang perantau di DKI Jakarta dari desa-desa di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.[17] Para perantau tersebut rentan telah tertular Covid-19 saat dikota yang masuk zona merah Covid-19, kemudian menularkannya di desa saat pulang kampung. Sehingga berdasarkan uraian tersebut masyarakat desa rentan tertular Covid-19.
Atas uraian kerentanan penularan Covid-19 terhadap masyarakat desa tersebut, maka perlu dilakukan upaya untuk mencegah penularannya. Upaya yang dilakukan itu diantaranya dengan memanfaatkan dana desa, yang digunakan untuk penyediaan peralatan pencegahan penularan Covid-19 (masker, handsanitizer, dan sebagainya), juga Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat desa. Dalam hal BLT, maka Pemerintah telah menganggarkan Rp. 22,4 Triliun dari total dana desa yang mencapai Rp. 72 Triliun untuk masyarakat desa.[18] Dari total tersebut, maka setiap keluarga di desa akan menerima sebesar Rp. 600 ribu per bulan selama durasi bulan April, Mei, dan Juni 2020. Sehingga akan ada 12,4 juta masyarakat di desa akan menerima BLT tersebut dan digunakan untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari.[19] BLT diharapkan dapat membantu derita masyarakat yang terdampak Covid-19, khususnya karena 45,9% masyarakat desa di Jawa Barat tidak dapat lagi bekerja seperti biasanya.[20]
Sampai saat ini, telah ada 8.157 desa yang menyalurkan BLT dana desa untuk masyarakat desa.[21] Jumlah tersebut tergolong kecil, dibandingkan dengan jumlah desa yang ada di seluruh Indonesia yang mencapai 75.436 desa.[22] Padahal penyebaran Covid-19 terus meluas di seluruh provinsi di Indonesia, termasuk yang tidak menyalurkan BLT dan tanggap Covid-19. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi penambahan desa yang tanggap Covid-19 dan menyalurkan BLT dari dana desa untuk mencegah penyebaran Covid-19 di desa. Adapun permasalahan kurang optimalnya desa dalam menyalurkan BLT dana, karena Surat Edaran No. 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa tidak mewajibkan desa yang berada di zona kuning, merah, dan hitam untuk menyalurkan BLT dana desa, melainkan hanya acuan dan bergantung perintah kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Akibatnya desa tidak berinisiatif melakukan upaya untuk penanganan Covid-19 tanpa memiliki dasar hukum tersebut, karena khawatir menimbulkan dugaan penyalahgunaan kewenangan yang mengarah pada praktik korupsi. Oleh karena itu, perlu pengaturan hukum lebih tegas yang mewajibkan desa khususnya yang berada di zona kuning, merah, dan hitam untuk memanfaatkan dana desa untuk BLT dan penyediaan peralatan pencegahan penularan Covid-19.
Kewenangan desa merupakan perpanjangan otonomi daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945. Sehingga kebijakan yang diatur oleh Pemerintah Kabupaten/Kota terkait desa, harus diterapkan oleh Pemerintah Desa. Hal itu sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang berbunyi:
“Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota diselenggarakan sendiri oleh Daerah kabupaten/kota atau dapat sebagian pelaksanaannya kepada Desa.”
Sehingga dengan dasar hukum tersebut, maka kewenangan tertentu desa harus berdasar pelimpahan kewenangan Pemerintah Daerah (Kab/Kota). Selain itu, desa juga dapat menjalankan kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah Pusat, berdasarkan Pasal 19 huruf d Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), yang berbunyi:
“Kewenangan Desa meliputi: d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah … sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dalam hal penanganan Covid-19, kewenangan penanganan oleh desa bersumber pada penugasan Pemerintah Pusat berjenjang sampai Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dimulai dari adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Pada point ke-6 peraturan tersebut memberikan instruksi kepada Kemendagri mengatur APBD Pemda untuk penanganan Covid-19. Selanjutnya oleh Kemendagri mengeluarkan penugasan lebih konkret ke Pemda melalui Permendagri No. 20 Tahun 2020 untuk mengatur pemanfaatan BLT Dana Desa. Akan tetapi, masih banyak Pemerintah Daerah Provinsi/Kab/Kota yang belum mengatur BLT Dana untuk desa-desa diwilayahnya. Implikasinya desa tidak bisa menyalurkan BLT Dana Desa untuk masyarakat maupun penanganan Covid-19 di desanya. Selain mekanisme tersebut, pengaturan pemanfaatan BLT Dana Desa melalui Surat Edaran No. 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa juga tidak mengatur kewajiban desa khususnya yang berada di zona kuning, merah, dan hitam untuk memanfaatan dana desa untuk BLT. Hal tersebut merupakan permasalahan kurang optimalnya penanganan Covid-19 di desa-desa Indonesia.
B. Upaya Yang Dilakukan Untuk Optimalisasi Pemanfaatan Dana Desa Dalam Penanganan Pandemi Covid-19
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan perbaikan pengaturan kewenangan desa dalam menangani Covid-19. Hal itu dengan menambahkan Pasal/Ayat dalam Permendagri No. 20 Tahun 2020 atau Surat Edaran No. 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa mengenai kewajiban kewenangan desa khususnya yang berada di zona kuning, merah, dan hitam untuk memanfaatkan dana desa untuk BLT masyarakat desa. Sehingga desa memiliki dasar hukum pelaksanaan kebijakan dari peraturan diatasnya, bukan dianggap menyalahgunakan kewenangan. Atas upaya tersebut maka diharapkan penanganan Covid-19 di desa dapat berjalan optimal untuk mencegah penyebaran Covid-19 di desa yang rentan mengalami penularan.
III. PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan 2 (dua) hal. Pertama, urgensi optimalisasi pemanfaatan dana desa dalam penanganan pandemi Covid-19 karena kondisi masyarakat desa yang rentan mengalami tertular Covid-19. Hal itu karena sebagian besar masyarakat desa yang bekerja pada sektor pertanian, yang dilakukan secara berkelompok pengerjaannya. Kondisi individu yang berkelompok tersebut rentan mengalami penularan, terlebih kondisi masyarakat desa yang 31,1% berusia diatas 40 tahun yang memiliki tingkat kematian akibat Covid-19 tinggi mencapai 10%-14%. Kemudian banyaknya masyarakat desa yang merantau ke kota pulang kampung, sehingga khawatir membawa Covid-19 ke desanya untuk ditularkan. Sehingga atas kondisi kedua hal tersebut menunjukan perlunya upaya penanganan Covid-19 di desa, terutama dengan memanfaatkan dana desa. Kemudian kedua, upaya yang dilakukan untuk optimalisasi pemanfaatan dana desa dalam penanganan pandemi Covid-19 yakni dengan merubah peraturan mengenai kewenangan penanganan Covid-19 di desa. Perubahan itu dengan menambahkan kewenangan kewajiban desa dalam pemanfaatan dana desa untuk BLT maupun penyediaan peralatan pencegahan penularan Covid-19 untuk masyarakat desa. Regulasi yang dirubah tersebut diantaranya Permendagri No. 20 Tahun 2020 atau Surat Edaran No. 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa. Atas uraian urgensi dan upaya yang ditawarkan tersebut, maka upaya penanganan Covid-19 di desa dapat berjalan secara optimal.
Tulisan ini telah diikutsertakan dalam Kompetisi Esai Universitas Syiah Kuala pada 16 Juni 2020.
[1] Erlina Burhan, et. al., Pneumonia Covid-19: Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia, (Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2020), hlm. 6.
[2] https://covid19.go.id/, Covid19.go.id, diakses 1 Mei 2020.
[3] “Peta Sebaran,” https://covid19.go.id/peta-sebaran, Covid19.go.id, diakses 1 Mei 2020.
[4] Dwi Murdaningsih, “Membangun Desa Melalui Pertanian,” Republika.co.id, 10 April 2017, diakses 1 Mei 2020, https://www.republika.co.id/berita/nasional/intan/17/04/10/oo6942368-membangun-desa-melalui-pertanian.
[5] Runi, “Siapkan Perangkat Desa Hadapi Covid-19,” Dpr.go.id, 29 Maret 2020, diakses 1 Mei 2020, http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/28212/t/Siapkan+Perangkat+Desa+Hadapi+Covid-19.
[6] Faorick Pakpahan, “Menko PMK Beberkan Capaian ‘Trisula Kebijakan’ Atasi Dampak Corona,” Sindonews.com, 30 April 2020, diakses 1 Mei 2020, https://nasional.sindonews.com/read/13109/15/menko-pmk-beberkan-capaian-trisula-kebijakan-atasi-dampak-corona-1588251840.
[7] Viva Budy Kusnandar, “Berapa Jumlah Desa di Indonesia?,” Katadata.co.id, 13 Juni 2019, diakses 1 Mei 2020, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/06/13/berapa-jumlah-desa-di-indonesia.
[8] Adon Nasrullah Jamaludin, Sosiologi Perdesaan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), hlm. 1.
[10] Tommy Kurnia, “Kontribusi Desa ke Ekonomi Nasional Bisa Capai Rp 19.912 Triliun dalam 7 Tahun,” Liputan6.com, 3 April 2019, diakses 1 Maret 2020, https://www.liputan6.com/bisnis/read/3932426/kontribusi-desa-ke-ekonomi-nasional-bisa-capai-rp-19912-triliun-dalam-7-tahun.
[11] Gita Amanda, “Sektor Pertanian Jadi Satu Keberhasilan Pembangunan Desa,” Republika.co.id, 14 Januari 2019, diakses 1 Mei 2020, https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/desa-bangkit/19/01/14/plbk0v423-sektor-pertanian-jadi-satu-keberhasilan-pembangunan-desa.
[12] Carlos, “Ketahanan Pangan dan Peran Penting Bulog,” Beritasatu.com, 27 April 2020, diakses 1 Mei 2020, https://www.beritasatu.com/nasional/625887/ketahanan-pangan-dan-peran-penting-bulog.
[13] Supranote 12.
[15] Dian Erika, “Cegah Penularan Covid-19, Ini 4 Kelompok Masyarakat yang Perlu Isolasi Diri,” Kompas.com, 6 April 2020, diakses 1 Mei 2020, https://nasional.kompas.com/read/2020/04/06/10511821/cegah-penularan-Covid-19-ini-4-kelompok-masyarakat-yang-perlu-isolasi-diri.
[16] Supranote 1.
[17] Ayu Andini, “Tahan rindu demi kampung halaman,” Lokadata.id, 3 April 2020, diakses 1 Mei 2020, https://lokadata.id/artikel/tahan-rindu-demi-kampung-halaman.
[18] Faidah Umu, “Dimulai April, BLT Dana Desa Dikucurkan dalam 3 Tahap,” Detik.com, 17 April 2020, diakses 1 Mei 2020, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4981350/dimulai-april-blt-dana-desa-dikucurkan-dalam-3-tahap.
[19] Ibid.
[20] Fuad Abdulgani, et., al., Pemetaan Kondisi Penghidupan, Akses Atas Pangan dan Kesehatan Keluarga Dalam Masa Pandemi COVID-19 di Jawa Barat, (Bandung: LBH Bandung, 2020), hlm. 9.
[22] Supranote 8.