Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 2088 K/PID.SUS/2012
Oleh: Rizki Zakariya, SH
I. Kasus Posisi
Dalam kasus ini, terdakwa yakni Drg. Cholil, S.Kes. Cholil merupakan dokter PNS dan kepala rumah sakit milik pemerintah daerah Kab. Sungai Hulu Selatan (RS Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan). Adapun kasusnya bermula ketika Cholil menerbitkan surat penunjukan langsung (Nomor: 445.000/11932/RSUD-BHHB/VII/2008) kepada perusahaan penyediaan obat-obatan untuk kebutuhan rumah sakit yang ia kepalai. Perusahaan yang ditunjuk itu PT. Antasan Urip dengan nilai jual-beli Rp. 1.263.848.000 dan durasi kontrak selama 90 hari. Atas perbuatannya tersebut Cholil didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi, dengan melakukan penunjukan langsung kepada perusahaan penyedia obat-obatan, yang seharusnya melalui penunjukan langsung. Adapun yang menjadi isu dalam putusan ini, yakni mengenai unsur melawan hukum dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, yang menurut sebagian ahli hukum bukan hanya dimaknai sebatas dalam arti formil, melainkan juga materil.
II. Dakwaan dan Putusan
2.1 Dakwaan Penuntut Umum (Kejaksaan Negeri Banjarmasin)
Tersangka Cholil didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu:
Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
ATAU
Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Berdasarkan pasal yang didakwakan kepada terdakwa tersebut, penuntut umum menuntut hukuman kepada terdakwa yakni pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan dalan, denda Rp. 100 juta, serta uang pengganti sebesar Rp. 797.947.057,36.
2.2 Putusan Pengadilan
-Pengadilan Negeri
Majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut. Terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara 1 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp. 50 juta (dapat diganti kurungan 2 bulan).
-Pengadilan Tinggi
Menguatkan putusan Pengadilan Negeri dengan menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut. Cholil dijatuhi hukuman pidana penjara 1 tahun dan denda Rp. 50 juta (dapat diganti kurungan 2 bulan).
-Mahkamah Agung
Menyatakan terdakwa bersalah melakukan Tindak Pidana “Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.” Hukuman pidana yang dijatuhkan yakni penjara 1 tahun.
III. Pertimbangan Majelis Hakim
3.1 Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi
3.1.1 Penentuan Locus Delicti dalam Terjadinya Peristiwa Tindak Pidana
Doktrin Hukum yang dikemukakan oleh Drs. P.A.F. Lamintang, SH & C. Djisman Samosir, SH, yang menyatakan untuk menentukan Locus Delicti dalam suatu tindak terdapat beberapa Teori / Ajaran, yakni :
-Teori Perbuatan Materiil, yang menitikberatkan pada tempat dimana Si Pelaku telah melakukan sendiri perbuatan tersebut adalah sebagai Locus Delicti.
-Teori Alat / Instrumen, yang menitikberatkan pada tempat dimana alat yang digunakan oleh Si Pelaku dalam melakukan perbuatannya itu menimbulkan akibat adalah sebagai Locus Delicti.
-Teori Akibat, yang menitikberatkan pada tempat dimana akibat dari perbuatan Si Pelaku telah timbul adalah sebagai Locus Delicti.
-Teori Terjadi Dimana-Mana, yang menitikberatkan pada semua tempat dimana perbuatan itu telah dilakukan, semua tempat dimana akibat itu telah timbul dan semua tempat dimana alat yang digunakan telah menimbulkan jejak dari perbuatan Si Pelaku adalah sebagai Locus Delicti dari suatu perbuatan pidana. Teori ini didukung oleh Putusan Hoge Raad, tanggal 6 April 1964, NJ.1954.368, yang menyatakan “dimungkinkan lebih dari satu Locus delicti yang berarti berlebihan untuk mencari locus delicti yang sebenarnya yang menyampingkan semua yang lain.”
3.1.2 Locus Delicti menurut Penasihat Hukum
Dalam Nota Keberatannya penasihat hukum menyatakan bahwa tidak dinyatakan dimana letak terjadinya peristiwa itu dalam berkas perkara, yakni berkas perkara yang dibuat oleh Penyidik Kepolisian dengan nomor BP/4/I/2016/ DIT/Tipidsus. Padahal itu penting untuk menentukan lokasi pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara ini.
Kemudian, berdasarkan pembicaraan antara penasihat hukum dengan terdakwa didapatkan informasi bahwa terdakwa mengunggah status di media sosial itu di ketika sedang dalam perjalanan dekat kantor Menteri Pertahanan yang terletak di Jakarta Pusat, dalam rangka proses kontrak pengadaan pesawat tanpa awak (drone) hasil karya Terdakwa, Serta di perjalanan ke Tangerang dan ke Lembang Bandung. Hal itu karena saat itu Terdakwa sedang sibuk terkait dengan persiapan pengerjaan Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA).
Sehingga menurut penasihat hukum berdasarkan fakta tersebut, seharusnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang mengadili perkara ini, karena sejak awal perbuatan itu dilakukan di wilayah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
3.1.3 Locus Delicti menurut Penuntut Umum
Dalam tanggapannya penuntut umum tetap tegas dengan dakwaan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang mengadili dan memutus perkara ini, karena:
-Sudah adanya Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Selatan No. 354/Pid.Sus/2016/PN.Jkt.Sel tanggal 31 Maret 2016 tentang Penunjukan Hakim Majelis untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara Terdakwa Dr. Yulianus Paonganan, S.Si, M.Si. Sehingga berdasarkan hal itu dinilai bahwa dengan dikeluarkannya Penetapan Pengadilan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pasti sudah memeriksa perihal Kompetensi Relatif ini dengan seksama sehingga berpendapat bahwa surat pelimpahan perkara dan berkas perkara Terdakwa Dr. Yulianus Paonganan, S.Si, M.Si., termasuk dalam kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk diperiksa, diadili dan diputus berdasarkan hukum acara yang berlaku.
Mengenai tidak adanya locus delicti yang dilakukan terdakwa dalam berkas perkara, hal itu karena terdakwa tidak memberikan keterangan mengenai tempat terjadinya tindak pidana ketika diperiksa oleh penyidik, dan baru memberikan keterangan itu di Nota Keberatan yang dibacakan penasihat hukum. Adapun Locus Delicti penuntut umum yang digunakan adalah mengacu pada Teori Terjadi Dimana-Mana dengan argumentasi hukum berdasarkan jejak dari perbuatan Terdakwa melalui salah satu barang bukti berupa Handphone Blackberry Q10 warna putih yang diakui Terdakwa sebagai alat memposting statusnya di media sosial yang disita oleh penyidik di kediaman Terdakwa yang beralamat di Jl. Rambutan Kav. 24 A/D Rt.005, Rw. 006, Kel. Pejaten Barat, Kec. Pasar Minggu, Jakarta Selata. Oleh karena itu, sudah patut bahwa tindak pidana tersebut dilakukan diwilayah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Locus delicti kasus ini juga menggunakan Teori Akibat. Hal itu karena Saksi Muhamad Yusuf (Pelapor) mengetahui mengenai tindak pidana pornografi atau tindak pidana ITE yang dilakukan oleh Terdakwa, saat Saksi Muhammad Yusuf “mengakses” aplikasiTwitter dan Facebook dan menemukan konten pornografi atau pelanggaran kesusilaan yang “tersebar atau tersiar” di media social tersebut. Saat itu Muhammad Yusuf sedang berada di Ruang CCIC, lantai 4, Gedung Bareskrim Polri, Jl. Trunojoyo, No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sehingga termasuk dalam Wilayah pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
IV. Analisis Putusan Majelis Hakim
Dalam putusan sela perkara Nomor: 354/Pid. Sus/2016/PN. JKT.SEL, majelis hakim menolak nota keberatan dari penasihat hukum mengenai locus delicti yang ada dalam surat dakwaan penuntut umum. Majelis hakim menerima argumentasi hukum dari penuntut umum, yang mendasarkan locus delicti pada barang bukti dan saksi secara alternatif, karena terdakwa tidak memberikan keterangan locus delicti ketika proses pemeriksaan. Selain itu, menyatakan bahwa Surat Dakwaan tidaklah harus mendasarkan pada keterangan terdakwa dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penyidik semata, akan tetapi juga dapat dari keterangan saksi dalam BAP Penyidik maupun dari alat-alat bukti dan atau barang bukti yang ada.