Oleh: Rizki Zakariya
Desa memberikan banyak kontribusi untuk kepentingan nasional. Kontribusi desa itu mulai dari penyerapan tenaga kerja dan penyediaan kebutuhan pokok nasional. Terlebih Indonesia memiliki desa dalam jumlah banyak, yang mencapai 75.436 desa.[1] Akan tetapi, sekalipun memberikan kontribusi penting, angka kemiskinan pada desa di Indonesia masih tergolong tinggi. Per Maret 2020, terdapat 15,26 juta atau 12,82% masyarakat miskin Indonesia berada di desa. Padahal setiap tahun Pemerintah mengalokasikan dana APBN melalui dana desa untuk desa di seluruh Indonesia, namun seringkali tidak dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Hal tersebut merupakan latar belakang penulisan ini.
Berdasarkan kondisi masalah tersebut, maka perlu dilakukan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dana desa. Sehingga dana desa dapat tepat guna dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat desa. Generasi muda merupakan pihak yang dapat berpartisipasi aktif dalam perancangan program dana desa melalui forum musyawarah desa, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Selain itu, besarnya potensi partisipasi generasi muda, karena karakter pemuda yang pada usianya bersemangat, produktif, dan mobilitas tinggi.[2] Selanjutnya, bonus demografi yang terjadi di Indonesia sejak 2020, di mana 70% penduduk Indonesia berada pada usia produktif.[3] Dengan 3 (tiga) alasan tersebut, maka generasi muda memiliki peranan penting dalam berpartisipasi dalam pengelolaan dana desa, baik dalam perencanaan, dan pengawasan pelaksanaan program dana desa.
Upaya partisipasi generasi muda dalam pengelolaan dana desa perlu dilakukan, karena rentannya korupsi dan penyalahgunaan dana desa. Hal itu sebagaimana temuan Indonesia Corruption Watch, yang menyatakan rata-rata setiap tahun terjadi 61 kasus korupsi dana desa, yang dilakukan oleh 52 kepala desa dan merugikan keuangan negara mencapai Rp. 256 Miliar. Selama 2015-2019 korupsi dana desa mecapai Rp. 1,28 Triliun.[4] Dana besar yang dikorupsi tersebut jelas sangat merugikan masyarakat desa, karena dana tidak berdampak efektif dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Oleh sebab itu, perlu dilakukan partisipasi masyarakat khususnya pemuda dalam mengawasi pengelolaan dana desa untuk terhindar dari hal tersebut.
Partisipasi generasi muda dalam pengelolaan dana desa juga harus dilakukan karena masih tingginya angka kemiskinan pada desa-desa di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat sampai Maret 2020, terdapat 15,26 juta atau 12,82% masyarakat desa berada dalam kategori miskin.[5] Masih tingginya kemiskinan di desa tersebut disebabkan kurangnya dampak dana desa dalam perekonomian masyarakat.[6] Hal tersebut disebabkan tidak tepatnya program dan kecurangan dalam pengelolaan dana desa.
Padahal setiap tahun, Pemerintah mengalokasikan dana desa dalam jumlah besar untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan masyarakat desa. Pada tahun 2015 jumlah dana desa mencapai Rp. 20,77 Triliun, dan terus meningkat sampai 2020 mencapai Rp. 72 Triliun. Sehingga pada tahun 2020, rata-rata setiap desa memperoleh Rp. 960 juta dari dana desa.[7] Melalui dana yang sedemikian besar tersebut, Pemerintah Desa diberikan kewenangan dalam mengelola dan memanfaatkannya sesuai dengan tujuan prioritas yang ada di desa. Sehingga dengan alokasi dana yang besar dan kewenangan yang besar tersebut, upaya peningkatan kesejahteraan dan pemberantasan kemiskinan dapat berjalan secara optimal di desa. Namun, dalam pelaksanaannya hal tersebut tidak berjalan secara optimal.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya peningkatan partisipasi pencegahan korupsi dana desa. Sehingga dana desa dapat berdampak efektif dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan yang ada di desa. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan beberapa hal. Pertama, pemberian akses informasi program dan anggaran desa yang memadai untuk seluruh masyarakat desa. Sehingga partisipasi masyarakat dapat berjalan dengan adanya data awal mengenai program dan anggaran desa tersebut. Hal itu dapat dilakukan dengan Pemerintah Desa membuat aplikasi berbasis android, sehingga masyarakat dapat mengetahui program dan anggaran yang dijalankan oleh desa, baik yang sudah terlaksana, sedang terlaksana, maupun akan dilaksanakan.
Kedua, Pemerintah Desa mengadakan program peningkatan demokratisasi masyarakat desa. Sehingga masyarakat memiliki kesadaran dan kritis terhadap pengelolaan dana desa. Ketiga, optimalkan peran organisasi yang ada di desa. Pemuda seringkali aktif dalam organisasi kepemudaan Desa, seperti Karang Taruna. Sehingga untuk meningkatkan partisipasi generasi muda, harus disediakan ruang bagi organisasi pemuda dalam menyalurkan pendapat dalam musyawarah Desa maupun tahapan lain pengelolaan dana desa. Ketiga upaya tersebut, merupakan cara untuk meningkatkan partisipasi generasi muda di desa dalam mencegah terjadinya korupsi dana desa. Sehingga dana desa dapat berdampak efektif pada peningkatan kesejahteraan dan penurunan kemiskinan masyarakat di desa.
[1] BPS, Statistik Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes), (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2018), hlm. 1..
[2] Suzanne Naafs, “Generasi Antara: Refleksi tentang Studi Pemuda Indonesia,” Jurnal Studi Pemuda, Vol. I, No. 1,(2012): 2.
[3] “Kabar Baik Jelang Bonus Demografi,” Tirto.id, 26 Juli 2018, diakses 25 Oktober 2020, https://tirto.id/kabar-baik-jelang-bonus-demografi-cPYH.
[4] Alamsyah, Laporan Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2018, (Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW), 2018), hlm. 1-33.
[5] BPS, Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2020 (No. 56/07). (Jakarta: Badan Pusat Statistik RI, 2020).
[6] Hasibuan, Analisis Sebaran Dan Faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bandung Barat, Jurnal Agribisnis Indonesia, Vol. 7, No. (2), (2019): 79–91.
[7] Jannah, “Dana Desa Meningkat, Tiap Desa Rata-Rata Dapat Rp960 Juta Tahun Ini,” Tirto.id, 15 Januari 2020, diakses 25 Oktober 2020, https://tirto.id/dana-desa-meningkat-tiap-desa-rata-rata-dapat-rp960-juta-tahun-ini-esQu.