Oleh: Rizki Zakariya
Pada dini hari tanggal 27 Februari 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah. Nurdin ditangkap bersama lima orang lain di kediamannya terkait kasus korupsi infrastruktur jalan di Sulawesi Selatan denga nilai korupsi Rp. 5,4 Miliar.[1] Akan tetapi, setelah OTT tersebut dalam kesempatan pemberian pernyataan di media, Nurdin membela diri dengan menyatakan bahwa dirinya tidak tahu apa-apa terkait kasus korupsi yang menjeratnya, dan bersumpah demi Allah. Lebih lanjut ia juga menyatakan “Ternyata si Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya, sama sekali tidak tahu, demi Allah, demi Allah.”[2]
Pernyataan tersebut menimbulkan spekulasi publik, terkait lemahnya penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK. Hal itu seperti yang dinyatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, yang menyatakan ada anggapan lemahnya penanganan oleh KPK.[3] Kemudian juga diungkapkan oleh Sekjen Partai PDI Perjuangan, Hasto Kristianto yang menyebut ada factor X dalam penetapan tersangka tersebut.[4] Spekulasi tersebut muncul selain karena pembelaan dengan pernyataan di media, namun juga track record Nurdin Abullah yang dikenal anti-korupsi. Hal itu karena dirinya menerima berbagai penghargaan mulai dari tokoh anti korupsi Bung Hatta Award, Tokoh Perhutanan Sosial di tahun 2019 oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, penghargaan Anugerah Gatra 2019 Inovasi Pembangunan untuk Indonesia Maju, dan Paramakarya 2019 sebagai prestasi di bidang pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia.[5]
Adanya pembelaan, track record yang baik tersebut menimbulkan spekulasi bahwa tindakan penetapan tersangka Nurdin Abdullah oleh KPK adalah tidak tepat atau salah, sehingga harus dihentikan. Akan tetapi, dalam pengaturan penanganan perkara pidana yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHA), maupun UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2019, alasan tersebut tidak dapat diterima sebagai landasan penghentian penyidikan.
Pasal 109 ayat (2) KUHAP setidaknya menyebutkan 3 (tiga) alasan perkara dapat dihentikan dari proses penyidikan, yakni tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum. Kemudian dalam Pasal 40 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2019 menyebutkan penghentian penyidikan oleh KPK hanya dapat dilakukan apabila perkara korupsi yang ditangani KPK tidak selesai dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.
Apabila membandingkan ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP dengan kasus Nurdin Abdullah tersebut, maka tidak terpenuhi syarat penghentian penyidikan. Hal itu karena 3 (tiga) hal. Pertama, KPK memiliki bukti yang kuat terkait penetapan tersangka Nurdin Abdullah. Hal itu seperti saat dilakukan Konferensi Pers OTT tanggal 28 Februari 2021, yang diperlihatkan kepada wartawan uang tunai senilai Rp. 2 Miliar sebagai bukti korupsi Nurdin.[6] Kedua, peristiwa tersebut adalah tindak pidana. Dimana atas suap yang diterima Nurdin dalam proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan tahun anggaran 2020-2021 dengan nilai Rp. 5,4 Miliar, sehingga dirinya dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.[7] Ketiga, perkara tersebut belum daluwarsa, sehingga tidak dapat dihentikan demi hukum. Oleh sebab itu, perkara korupsi Nurdin Abdullah tidak bisa dihentikan dengan syarat tersebut.
Lebih lanjut, apabila membandingkan dengan pengaturan UU KPK, maka perbuatan tersebut juga tidak memenuhi syarat penghentian penyidikan. Hal itu karena perbuatannya masih baru mulai proses penanganan (penyidikan), dan belum sampai 2 (dua) tahun proses tersebut. Sehingga akan terus diproses perkara tersebut dan tidak dihentikan. Berdasarkan kedua pengaturan tersebut, maka proses penyidikan perkara Nurdin Abdullah oleh KPK belum dapat dihentikan dengan tidak terpenuhinya syarat penghentian tersebut.
Adanya pembelaan Nurdin di media tersebut bisa berguna apabila proses perkara sudah masuk dalam tahap persidangan. Dimana Pasal 189 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa “Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.” Sehingga apabila Nurdin memiliki alat bukti mengenai pembelaan tersebut, maka dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelaan Nurdin di media tidak dapat membebaskan Tersangka dari proses penyidikan. Hal itu karena tidak terpenuhinya syarat penghentian penyidikan, baik dalam KUHAP maupun UU KPK. Pembelaan di media akan berguna apabila perkara di tahap persidangan, karena dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut disertai alat bukti yang menguatkan pembelaannya.
Referensi:
[1] M Risseno Aji, “Nurdin Abdullah, Gubernur Berprestasi yang Jadi Tersangka Korupsi,” Tempo.co, 28 Februaru 2021, diakses 1 Maret 2021, https://nasional.tempo.co/read/1437354/nurdin-abdullah-gubernur-berprestasi-yang-jadi-tersangka-korupsi/full&view=ok.
[2] M Yusuf Manurung, “Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Nurdin Abdullah: Saya Tidak Tahu, Demi Allah,” Tempo.co, 28 Februari 2021, diakses 1 Maret 2021, https://nasional.tempo.co/read/1437187/jadi-tersangka-kasus-korupsi-nurdin-abdullah-saya-tidak-tahu-demi-allah/full&view=ok.
[3] M Rosseno Aji, “Mahfud Md: KPK Jangan Terombang-Ambing Opini,” Tempo.co, 28 Februari 2021, diakses 1 Maret 2021, https://nasional.tempo.co/read/1437233/mahfud-md-kpk-jangan-terombang-ambing-opini.
[4] Antara, “Nurdin Abdullah Tersangka, PDIP: Apakah Ini Ada Faktor X? Kami Belum Tahu,” Tempo.co, 28 Februari 2021, diakses 1 Maret 2021, https://nasional.tempo.co/read/1437236/nurdin-abdullah-tersangka-pdip-apakah-ini-ada-faktor-x-kami-belum-tahu/full&view=ok.
[5] Tempo, “Nurdin Abdullah Peraih Tokoh Anti Korupsi Bung Hatta Award yang Ditangkap KPK,” Tempo.co, 28 Februari 2021, diakses 1 Maret 2021, https://nasional.tempo.co/read/1437402/nurdin-abdullah-peraih-tokoh-anti-korupsi-bung-hatta-award-yang-ditangkap-kpk/full&view=ok.
[6] M Rosseno Aji, “Nurdin Abdullah Bantah Disuap, KPK: Biasa Kalau Tersangka Membantah,” Tempo.co, 28 Februari 2021, diakses 1 Maret 2021, https://nasional.tempo.co/read/1437288/nurdin-abdullah-bantah-disuap-kpk-biasa-kalau-tersangka-membantah.
[7] Tempo, “Kasus Nurdin Abdullah, Bancakan Proyek untuk Teman Lama,” Tempo.co, 1 Maret 2021, diakses 1 Maret 2021, https://fokus.tempo.co/read/1437447/kasus-nurdin-abdullah-bancakan-proyek-untuk-teman-lama#:~:text=Nurdin%20dan%20Edy%20ditetapkan%20sebagai,tentang%20Pemberantasan%20Tindak%20Pidana%20Korupsi.