Oleh: Rizki Zakariya SH
Indonesia merupakan negara yang luas dan jumlah penduduk terbanyak ketiga didunia. Total luas wilayah Indonesia 7,81 juta hektar, yang 2,01 juta hektar diantaranya adalah daratan (Roza, 2017), dan jumlah penduduk yang mencapai 267 juta jiwa (Katadata, 2019). Besarnya luas wilayah dan jumlah penduduk Indonesia tersebut, berdampak pada kebutuhan energi manusia di Indonesia. Kebutuhan energi itu juga menjadi penting, dengan banyaknya perusahaan di Indonesia yang mencapai 26,71 juta (Andreas, 2017), dimana dalam operasionalnya membutuhkan energi untuk menjalankan kegiatan usahanya.
Energi listrik merupakan kebutuhan manusia dan industri di Indonesia. Melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero bertugas memenuhi kebutuhan listrik Indonesia tersebut, sebagaimana amanat Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan. Akan tetapi, dalam melaksanakan tugasnya, PLN seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan listri nasional secara keseluruhan, sehingga harus dilakukan pemadaman atau impor listrik dari negara luas.
Kebutuhan akan energi listrik di Indonesia tersebut bersamaan dengan tren global yang juga mulai mencari sumber energi listri terbarukan yang ramah lingkungan. Dimana hal itu dapat dilakukan oleh PLN dalam memenuhi kebutuhan energi listriknya, dengan mencari energy terbarukan dalam pemenuhan kekurangan listriknya. Namun, hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh PLN sendiri, melainkan perlu pihak lain yang terlibat mewujudkannya, karena keterbatasan anggaran dan sebagainya. Sehingga perlu pemberian kesempatan badan usaha swasta kelistrikan di Indonesia, dalam mengupayakan energi terbarukan bagi PLN. Namun, saat ini hal itu masih tidak bisa dilakukan, karena belum diatur mekanismenya. Sehingga hal itu menjadi latar belakang penulisan esai ini.Adanya pandemi covid-19 berimplikasi pada kondisi ekonomi Provinsi Jawa Barat. Hal ini termasuk pada pendapatan-pembiayaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang defisit Rp5,04 triliun pada 2020. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai upaya mewujudkan kemandirian fiskal daerah. Penelitian ini selain menguraikan urgensi dilakukannya optimalisasi PAD, juga upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah dalam memaksimalkan penerimaan PAD-nya. Hasil penelitian ini menunjukan urgensi dilakukan optimalisasi PAD, karena potensi ekonomi di Jawa Barat yang tinggi; kontribusi PAD yang cenderung mengalami penurunan pada pendapatan daerah; kondisi Pandemi yang belum usai menyebabkan dampak pada perekonomian masyarakat; dan tindakan Pemprov Jabar yang belum optimal untuk m eningkatkan PAD. Atas urgensi tersebut, maka upaya optimalisasi PAD yang dapat dilakukan antara lain dengan penguatan komitmen kepala daerah dalam mengoptimalkan PAD, mapping potensi semua jenis pajak, penguatan strategi pemungutan dan optimalisasi pajak, pemberian insentif pajak, dan penyediaan infrastruktur dan SDM pajak yang memadai.
Pembahasan
Kebutuhan akan listrik di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan. Peningkatan itu seperti ditunjukan dalam data Kementerian ESDM, dimana konsumsi listrik Indonesia 2016 mencapai 956,36 Kilowatt per Hour (KWH)/kapita, naik 5,9 persen pada 2017 menjadi 1.012 Kilowatt per Hour (KWH)/kapita (Katadata, 2018). Adapun kenaikan kebutuhan listrik per kapita di Indonesia pada 2014-2017 dapat dilihat pada grafik berikut (Katadata, 2018):
Salah satu penyebab meningkatnya kebutuhan listrik tersebut yakni makin banyaknya industri-industri di Indonesia. Kemudian aktivitas manusia Indonesia yang tidak lepas dari dunia digital (Wicaksono, 2019). Sehingga listrik merupakan kebutuhan penting bagi manusia Indonesia saat ini. Peningkatan tersebut, ternyata belum diimbangi dengan kemampuan PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat maupun industri. Hal itu seperti yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat, yang setiap tahun harus mengimpor listrik dari Serawak, Malaysia (Viodeogo, 2018). Hal itu disebabkan oleh keterbatasan pasokan listrik yang dihasilkan dari 3 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kalbar milik PLN (Mulyana, 2019).
Selain itu akses menuju lokasi aliran listrik yang terpencil juga menyebabkan listrik sulit masuk daerah tersebut. Namun, seharusnya maslaah tersebut dicari solusinya, sehingga Kalbar tidak bergantung dengan pasokan listrik dari negara lain, yang sewaktu-waktu dapat memberhentikan pasokannya. Ketidakmampuan pemenuhan listrik lainnya, ditandai dengan seringnya pemadaman listrik di wilayah Indonesia, seperti yang terjadi di Jakarta, Banten, dan Jabar pada Agustu 2019 lalu (Bbc.com, 2019). Sehingga dengan kekurangan pasokan listrik PLN tersebut, dicari solusi penyelesainnya, sehingga tidak mengganggu aktivitas manusia maupun industri usaha yang bergantung pada listrik.
Kekurangan listrik tersebut, berbanding terbalik dengan potensi listrik dari energi terbarukan yang dimiliki oleh Indonesia. Sumber energi listrik terbarukan terbesar yang belum dimaksimalkan oleh Indonesia itu yakni sinar matahari (tenaga surya) dan angin (tenaga bayu). Potensi sinar matahari tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Berdasarkan gambar tersebut, diketahui intensitas cahaya matahari yang melewati Indonesia sangat besar. Hal itu karena letak Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa, yang menyebabkan penyinaran di Indonesia terus-menerus ada sepanjang tahun, yakni 6-8 jam perhari, dimana suatu panel surya hanya membutuhkan 4-5 jam sehari untuk terisi listrik penuh. Besarnya potensi tersebut juga dinyatakan oleh Dewan Energi Nasional, yang menyatakan potensi listrik dari sinar matahari di Indonesia mencapai 4,8 kilowat hour per meter persegi perhatr (kWh/𝑚2/hari), atau setara 112.000 GWp. Hal itu apabila dibandingkan potensi yang dimiliki oleh Jerman, bahkan Eropa, maka Indonesia sepuluh kali lipatnya jumlah (Janaloka.com, 2015). Sehingga berdasarkan hal itu, maka besar potensi energi listrik dari sinar matahari di Indonesia.
Selain dari energi matahari, Indonesia juga memiliki potensi energi listrik terbarukan dari angin. Dimana berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2010, yang menyatakan energi angin di Indonesia dapat menghasilkan listrik sebesar 9,2 gigawatt. Potensi itu karena lebih dari 100 wilayah di Indonesia yang memiliki kecepatan angin tinggi, yakni 5,5-6 meter per detik (Rikin, 2014). Adapun potensi wilayah sebaran angin yang besar di Indonesia dapat dilihat pada peta berikut:
Pentingnya pemanfaatan energi listrik terbarukan di Indonesia tersebut, karena masih minimnya pemanfaatan energi listrik terbarukan di Indonesia, yang baru mencapai 12,42%. Pada saat ini, Indonesia masih banyak bergantung pada batubara sebagai sumber energi listrik nasional, yang mencapai 62,07% (Aprobi.or.id, 2019). Padahal batubara yang dimanfaatkan sebagai sumber listrik melalui Pembangkit Lisrik Tenaga Uap (PLTU) menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar. Dampak terhadap masyarakat diantaranya gangguan pernapasan akibat logam berat, kanker paru-paru, dan penyakit pernapasan kronis lain (Hasan, 2016). Selain itu, potensi batubara Indonesia yang akan segera habis dalam beberapa tahun mendatang (CnnIndonesia.com, 2019). Sehingga pemanfaatan energi terbarukan merupakan hal yang harus segera dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional tersebut.
Selanjutnya Indonesia merupakan negara yang telah menyepakati berbagai komitmen dalam mencegah perubahan iklim yang terjadi di dunia. Komitmen itu diantaranya dalam Paris Agreement tahun 2015, dimana Indonesia berkontribusi untuk mempertahankan temperatur udara tidak lebih dari 2 derajat celcius, bahkan berusaha mencapai 1,5 drajat celcius (Fajar, 2015). Kemudian komitmen nasional, melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim, dimana Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca mencapai 29% pada 2030 (usaha sendiri). Kemudian komitmen bidang energi nasional, yakni berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Perpres No. 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional, dimana target pemanfaatan energi terbarukan pada 2025 mencapai 23% (Wiwoho, 2018). Sehingga dengan berbagai komitmen yang telah dilakukan Indonesia tersebut, maka harus dilakukan pemanfaatan energi terbarukan yang ramah lingkungan di Indonesia untuk mewujudkan komitmen itu.
Indonesia perlu belajar dari negara lain dalam memanfaatkan energi listrik terbarukan untuk pemenuhan kebutuhan listrik warganya. Australia merupakan salah satu negara yang focus pada hal itu. Dimana saat ini telah sukses 100% memenuhi kebutuhan listrik nasionalnya dari energi terbarukan, yakni dari surya dan angin (Arifah, 2017). Hal itu menimbulkan dampak baik bagi lingkungan, dengan beralihnya sumber energi listrik dari sebelumnya batubara yang mencemari lingkungan ke energi terbarukan yang ramah lingkungan. Selain itu, menimbulkan turunnya harga energi listrik, dari sebelumnya $93 (Rp953,000) permegawatt per jam pada 2016, menjadi $75 (Rp 768.000) megawatt per jam pada tahun 2020. Bahkan dengan kemampuannya mengolah energi listrik terbarukan, Australia berhasil melakukan ekspor energi listrik untuk memenuhi 1/5 kebutuhan listrik Singapura (Koran-Jakarta.com, 2019).
Upaya yang dilakukan oleh Australia dan keuntungan yang didapat bagi negara dan warganya dapat juga dilakukan oleh Indonesia. Hal itu karena telah adanya komitmen Pemerintah untuk pencegahan perubahan iklim di dunia seperti yang diuraikan sebelumnya. Hal sederhana yang dapat dilakukan itu ialah memberikan kesempatan kepada badan usaha swasta untuk menyalurkan energi listrik hasil pengolahan listriknya yang terbarukan dan ramah lingkungan kepada PLN. Hal itu patut dilakukan karena selama ini PLN sangat bergantung pada listrik hasil pengolahannya sendiri, yang sebagian besar tidak ramah lingkungan dan terbatas (Banjarnahor, 2019). Dengan terlibatnya pihak swasta dalam mengusahakan listrik untuk PLN, maka kekurangan pasokan listrik daerah-daerah di Indonesia dapat diatasi. Selain itu dampak dilakukannya hal itu, memberikan iklim positif bisnis ketenagalistrikan di Indonesia yang ramah lingkungan dan terjangkau, dimana selama ini terkesan hanya dimonopoli oleh PLN saja. Adapun skema proses bisnis yang dapat dilakukan untuk mewujudkan hal itu sebagai berikut:
Akan tetapi untuk mewujudkan hal tersebut membutuhkan pengaturan hukum yang tegas mengaturnya. Sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru. Pengaturan itu diantaranya dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sampai Peraturan Presiden mengenai mekanisme penyerapan energi listrik terbarukan dari pihak swasta untuk PLN. Sehingga baik pihak pengusaha, investor, PLN, dan masyarakat menerima manfaat dari pemenuhan listrik bagi kebutuhannya sehari-hari, tanpa merusak lingkungan.
PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut maka menjadi penting untuk dilakukan penyerapan energi Listrik terbarukan dari sektor swasta oleh PLN. Hal itu dilakukan untuk mewujudkan ketahanan energi nasional. Hal karena kebutuhan listrik Indonesia yang makin meningkat setiap tahun, ketergantungan beberapa wilayah pada pasokan listrik luar negeri, dan pemadaman bergilir yang mengganggu dunia usaha dan kehidupan masyarakat. Selain itu, hal itu harus segera dilakukan karena potensi energi listrik terbarukan di Indonesia yang besar dan komitmen Indonesia dalam pencegahan perubahan iklim dunia. Adapun upaya yang dilakukan yaitu dengan membuat pengaturan mekanisme penyerapan tenaga listrik terbarukan dari badan usaha swasta oleh PLN. Sehingga ketahanan energi nasional dapat benar-benar terwujud di Indoensia.