Oleh: Rizki Zakariya, SH dan Kamilah
Pendahuluan
Pendidikan merupakan hak asasi yang harus diperoleh setiap warga negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam 28 C ayat (1) UUD 1945. Kemudian pemerintah harus mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan yang dapat meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dengan bekal akhlak yang mulia. Maka, untuk mewujudkan hal tersebut, maka konstitusi mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk menganggarkan kebutuhan pendidikan paling sedikit 20% persen dari keseluruhan APBN dan APBD.[1] Sehingga dengan anggaran pendidikan yang besar tersebut, diharapkan mampu menghasilkan generasi Indonesia yang kompeten dan berkualitas di masa mendatang. Akan tetapi, selain anggaran, terdapat masalah-masalah lain yang menyebabkan pendidikan Indonesia tertinggal dibanding negara lain. Salah satu masalah itu yakni sistem pengajaran guru di sekolah kepada peserta didiknya.
Kesadaran mengenai kepedulian sosial terhadap lingkungan dalam sekolah juga belum tergolong baik. Dimana baru 20% yang menyadarai pentingnya menjaga lingkungan.[2] Selain itu, sekolah juga merupakan salah satu tempat penghasil sampah terbesar setelah rumah tangga, pasar, dan Kawasan komersil.[3] Sehingga perlu dilakukan upaya penanaman kesadaran peserta didik peduli lingkungan, terutama sampah, namun dengan cara-cara baru, yang efektif. Cara tersebut diantaranya dengan menggunakan media sosial, yang sedang marak digunakan oleh generasi Z dan generasi Milenial saat ini. Sehingga berdasarkan hal itu menjadi pendahuluan penulisan ini.
Pembahasan
Upaya peningkatan kualitas pendidikan Indonesia terus dilakukan oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dari tahun ke tahun. Hal itu untuk melaksanakan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu yang dilakukan yakni dengan terus meningkatkan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun, seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut:[4]

Berdasarkan grafik tersebut, diketahui bahwa anggaran pendidikan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2020, yang merupakan anggaran pendidikan terbesar dalam sejarah, merupakan kenaikan 2,7% dari anggaran pendidikan tahun 2019 dengan total Rp. 506,8 triliun. Besarnya anggaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan akses, distribusi, dan kualitas pendidikan anak di Indonesia.
Adapun dampak peningkatan anggaran itu ditunjukan dengan meningkatkan juga kualitas sumber daya manusia Indonesia. Berdasarkan data dari INSEAD (Institut Européen d’Administration des Affaires) diketahui kualitas dan talenta sumber daya manusia (Global Talent Competitiveness Index) Indonesia terus mengalami peningkatan, yang pada 2014 hanya berada di peringkat 86, pada 2018 naik di peringkat 67 dari 125 negara.[1] Dimana dari peringkat tersebut, Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negara di kawasan Asia Tenggara lain, seperti Singapura yang menempati peringkat pertama dengan skor 77,27; Malaysia (58,62), Brunei Darussalam (49,91), dan Filipina (40,94). Sementara itu, Indonesia ada di posisi ke enam dengan skor sebesar 38,61. Adapun urutan peringkat tersebut sebagai berikut:[2]

Salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia suatu negara yakni Pendidikan yang ada di negara itu. Hal itu juga berlaku dalam laporan Global Talent Competitiveness Index 2019 diatas, dimana salah satu point penting penilaiannya adalah mengenai kualitas pendidikan di negara itu. Hal itu selaras dengan laporan Human Development Report 2019, yang juga menempatkan Indonesia berada diurutan bawah peringkat kualitas pendidikan di Kawasan Asia Tenggara. Indonesia menempati posisi ketujuh, dibawah Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, dan negara lainnya. Hal itu dapat dilihat pada grafik berikut:[1]

Berdasarkan data diatas, maka diketahui posisi Indonesia kalah dibanding negara-negara lain dalam indeks pembangunan manusianya. Oleh karena itu perlu sistem dan strategi baru dalam meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, untuk tercapai indeks pembangunan manusia yang lebih baik dimasa mendatang. Salah satu upaya yang dilakukan ialah digitalisasi sistem pembelajaran di sekolah. Hal itu penting dilakukan karena baru 20% tenaga pendidik yang menggunakan teknologi dalam mengajarnya.[1] Pemanfaatan teknologi itu juga penting, karena generasi Z dan generasi Milenial, yang merupakan pelajar pendidikan sekolah saat ini kebanyakan aktif berjejaring di media sosial melalui perangkat gawainya.[2] Hal itu dibuktikan dengan laporan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia tahun 2019, dimana generasi Z (usia 15-19 tahun) merajai teratas pengguna internet Indonesia dengan penetrasi 91%. Kemudian disusul generasi milenial (usia 20-25 tahun) dengan penetrasi internet 88,5%.[3] Sehingga dengan banyaknya jumlah tersebut, maka teknologi internet tepat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran pendidikan di sekolah.
Salah satu materi yang dapat disampaikan kepada peserta didik melalui media elektronik yakni mengenai kepedulian terhadap lingkungan, seperti menjaga kebersihan lingkungan, dan pelestarian lingkungan. Hal itu harus dilakukan, mengingat 19% sampah nasional berasal dari lingkungan sekolah.[4] Kemudian minimnya kesadaran masyarakat tidak terkecuali pelajar mengenai kesadaran pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, yang hanya 20% saja dari keseluruhan penduduk Indonesia.[5] Padahal Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia, setelah China, sebanyak 1,23-3,53 juta ton/tahun.[6] Jumlah tersebut, lebih kecil dari total sampah keseluruhan yang dihasilkan Indonesia yang pertahun mencapai 64 juta ton, atau 175.000 ton perhari. Dari jumlah tersebut sebanyak 69% diangkut dan ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dikubur (10%), dikompos dan daur ulang (7%), dibakar (5%), dibuang ke sungai (3%), dan sisanya tidak terkelola (7%). Sisa sampah plastik tersebut berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Hal itu karena proses penguraian oleh alam durasinya lama yakni 10-1000 tahun, kemudian jumlahnya banyak yang tidak didaur ulang.
Adapun upaya guru untuk meningkatkan kesadaran lingkungan peserta didik melalui media elektronik berangkat dari konsep guru masa kini yang berbeda dengan guru masa sebelumnya. Dimana guru bukan hanya sebagai pengajar, yang menyampaikan mata pelajaran agar dimengerti dan dipahami peserta didik saja, melainkan juga sebagai fasilitator yang membantu peserta didik dalam proses pembelajaran secara menarik dan asik, dengan berbagai media yang bisa dilakukan, termasuk melalui media elektronik.[7] Upaya konkret yang dilakukan itu diantaranya dengan memutarkan video dampak buruk sampah plastik bagi lingkungan dan manusia di kelas sertai upaya yang dilakukan mencegahnya, mengajak dan mempraktikan membuang sampah pada tempatnya melalui media sosial, mengajak dan mempraktikan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai melalui media sosial, dan memberikan hukuman bagi anak yang membuang sampah sembarangan dengan memfotonya dan mengunggah di media sosial kelas. Sehingga dengan upaya-upaya guru yang memanfaatkan media sosial tersebut dapat memberikan manfaat dan kesadaran peserta didik dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya dari sampah, terutama sampah plastik sekali pakai.
Penutup
Berdasarkan uraian yang dijelaskan diatas, maka pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk kualitas seorang manusia. Oleh karena itu, pemerintah memberikan perhatian khusus pada Pendidikan, dengan terus meningkatkan anggaran pendidikan setiap tahunnya. Namun, tidak cukup hanya dengan peningkatan anggaran, perlu juga peningkatan sistem dan media mengajar dari guru kepada peserta didiknya dari yang sebelumnya, seperti dengan menggunakan media sosial. Kesadaran terhadap lingkungan merupakan hal yang dapat ditanamkan melalui media sosial kepada peserta didiknya, terutama mengenai sampah. Sehingga diharapkan dimasa mendatang kualitas pendidikan Indonesia menjadi lebih baik, disertai perbaikan kondisi lingkungan Indonesia.
Tulisan ini telah diikutsertakan dalam kompetisi esai Universitas Riau 2020
[1] “Infografis: Penggunaan Teknologi dalam Pendidikan oleh Guru di Indonesia,” Ruangguru.com, 1 November 2016, diakses 24 November 2019, https://blog.ruangguru.com/infografis-penggunaan-teknologi-dalam-pendidikan-oleh-guru-di-indonesia.
[2] Agus Tri Haryono, “Pengguna Internet Indonesia Didominasi Milenial,” Detik.com, 16 Mei 2019, diakses 24 November 2019, https://inet.detik.com/telecommunication/d-4551389/pengguna-internet-indonesia-didominasi-milenial.
[3] Ibid.
[4] Nur Faizah, “Timbulan Sampah Nasional Capai 64 juta ton per Tahun,” Ekonomi.bisnis.com, 21 Februari 2019, diakses 23 November 2019, https://ekonomi.bisnis.com/read/20190221/99/891611/timbulan-sampah-nasional-capai-64-juta-ton-per-tahun.
[5] “Kesadaran Masyarakat Indonesia akan Kebersihan Masih Rendah,” supra note 1.
[6] Taufan Adharsyah, “Sebegini Parah Ternyata Masalah Sampah Plastik di Indonesia ,” Cnbcindonesia.com, 21 Juli 2019, diakses 24 November 2019, https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20190721140139-33-86420/sebegini-parah-ternyata-masalah-sampah-plastik-di-indonesia.
[7] “Guru Favorit Masa KiniGuru Favorit Masa Kini,” Bitread.id, 5 April 2019, diakses 24 November 2019, https://bitread.id/blog/2019/04/guru-favorit-masa-kini#utm_source=google&utm_medium=article&utm_campaign=guru%20favorite%20masa%20kini.
[1] “Human Development Index (HDI) by Country 2019,” Worldpopulationreview.com, 4 November 2019, diakses 24 November 2019, http://worldpopulationreview.com/countries/hdi-by-country/.
[1] Citra Larasati, “Peringkat ‘Global Talent Competitiveness Index’ Indonesia Meningkat ,” Medcom.id, 12 Februari 2019, diakses 24 November 2019, https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/xkE4Jprb-peringkat-global-talent-competitiveness-index-indonesia-meningkat.
[2] Scholastica Gerintya, “Indeks Pendidikan Indonesia Rendah, Daya Saing pun Lemah,” Tirto.id, 2 Mei 2019, diakses 24 November 2019, https://tirto.id/indeks-pendidikan-indonesia-rendah-daya-saing-pun-lemah-dnvR.
[1] Pasal 31 ayat (3) UUD 1945
[2] “Kesadaran Masyarakat Indonesia akan Kebersihan Masih Rendah,” Cnnindonesia.com, 23 April 2018, diakses 24 November 2019, https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180423183600-255-292946/kesadaran-masyarakat-indonesia-akan-kebersihan-masih-rendah.
[3] Nur Faizah, “Timbulan Sampah Nasional Capai 64 juta ton per Tahun,” Bisnis.com, 21 Februari 2019, diakses 24 November 2019, https://ekonomi.bisnis.com/read/20190221/99/891611/timbulan-sampah-nasional-capai-64-juta-ton-per-tahun.
[4] Dwi Hadya, “2020, Anggaran Pendidikan Hanya Naik 2,7%,” Katadata.co.id, 16 Agustus 2019, diakses 24 November 2019, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/08/16/2020-anggaran-pendidikan-hanya-naik-27.